Wednesday, June 18, 2008

Dokter jadi Tumbal Akibat Kesalahan Pemberian Obat oleh Apotik

Sebuah pengalaman yang sangat tidak nyaman sekaligus berharga...

Semalam saya dinas malam di sebuah IRD RSUD di Indonesia Timur. Pasien yang datang tidak begitu banyak hanya saja datangnya tidak bersamaan tetapi jedah 1-1,5 jam. Ya lumayan ngantuk jadinya...
nah pada jam 03.30 dini hari, saya kedatangan pasien dengan keluhan nyeri ulu hati yang disertai muntah dengan frekuensi sangat sering hingga pasien sudah sangat lemas karena dehidrasi.
work diagnosa saya adalah Dispepsia. saya coba observasi di IRD saja dengan instruksi Pasang IVFD RL, Injeksi Ranitidin, Injeksi Metoclopramid, dan drips neurotropik, Lansoprazole 1x30 mg. saya berharap dengan terapi itu, pasien bisa sedikit lebih stabil untuk kemudian pindah ke perawatan pada pagi harinya. Namun, ketika pagi hari saya disampaikan oleh perawat bahwa pasien malah tidak pernah berhenti muntah hingga pagi hari. meskipun obat injeksinya sudah masuk semua...
setelah saya cek ternyata obat oral yang ada adalah asam mefenamat dan bukannya Lansoprazole sesuai dengan resep yang saya tuliskan...
Begitu saya coba konfirmasi ke apotik ternyata yang melayani disana adalah seorang siswa SMF yang sedang praktik... Sedang petugasnya tidur lelap...

Nah...
ketika kasus seperti ini terjadi maka yang jadi tumbal adalah SANG DOKTER. karena pasien maupun keluarganya menganggap bahwa yang memberikan obat adalah SANG DOKTER bukannya apotik...

ini bukanlah suatu kasus yang bisa jadi bahan perdebatan... tetapi sesuatu yang mutlak dihindari... dan ini bukan yang pertama kalinya saya dan teman-teman alami. Namun besar harapan saya agar hal ini menjadi kasus yang terakhir... Agar tidak ada SANG DOKTER yang menjadi tumbal akibat kelalaian orang lain baik itu dari segi hukum, materi, dan yang paling penting dari segi moral (pura-pura nggak tahu :))

8 comments:

  1. Kalau Pasien jadi tumbal gara2 dokter yang salah operasi, bgmn?
    Hehe... itu lain ceritanya di'...

    ReplyDelete
  2. hmmm... kira2 kasusnya kayak gimana ya?

    ReplyDelete
  3. memang pekerjaan farmasi itu ngga boleh sembarangan...makanya ada sumpah jabatan...
    tentunya kesalahan yg di perbuat bukanlah salah si siswa dan petugas jaga saja, melainkan multifaktor alias Keseluruhan sistem apotik tersebut dan perawat yang memberikannya (sebagai tenaga paramedis yg merupakan last hand harus melakukan re checking ) ...perlu di laporkan ke pihak yang berwewenang agar ada efek jera untuk tidak melakukan kesalahan...bagi kita sebagai konsumen..karena hidup ini banyak pilihan...marilah kita teliti terhadap barang/ jasa yg kita gunakan...

    ReplyDelete
  4. wah bahaya juga yah..............
    apoteker, dokter dan perawat harus bersatu.........
    jangan sampai terjadi kesalahan komunikasi........
    VIVA HIPPOCRATES..........!!!!!

    ReplyDelete
  5. kalo apoteker jadi tumbal gara gara dokter ngeresepin obat sembarangan gimana? dokter suka ga ngerti interaksi obat ya. kadang kadang ga mau konsul sama apoteker, langsung aja ngeresepin, giliran ada apa apa sama obatnya, nyalahin apoteker, nyalahin apotik.
    saling introspeksi dan banyak belajar aja :)

    ReplyDelete
  6. Whell... dear Anonymus...
    thanks atas introspeksinya... makanya diakhir postingan ini kami menyatakan bahwa hal ini bukanlah untuk diperdebatkan akan tetapi untuk menjadi renungan bersama. Nah untuk kasus interaksi obat yang anda sampaikan, adalah etikanya bahwa seorang apoteker bilamana mendapatkan hal tersebut maka perlu mengkomunikasikan kepada dokternya, bahwa diantara obat tersebut terjadi interaksi negatif sehingga tidak bisa diberikan kepada pasien. saya pikir itulah tanggung jawab apoteker dan menjadi dasar bahwa sebuah apotik hanya bisa berdiri bilamana ada apoteker yang bertugas didalam bukan hanya sekedar mencantumkan nama seorang apoteker tetapi tidak standby di apotik. Sistem kesehatan kita memang rancuh... oleh karena itu marilah kita bersatu untuk memperjuangkan sistem kesehatan yang lebih baik demi kesehatan masyarakat indonesia...

    salam kesehatan...

    ReplyDelete
  7. Boro2 mau ngurus sistem kesehatan yg baik.. mendefinisikan sehat aja ngasal.. UU Kesehatan no.36 thn 2009 = Sehat adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, SPIRITUAL, maupun sosial yang memungkinkan orang utk hidup produktif. Kok make spiritual?? Jadi maksudnya ki joko bodo juga menentukan tingkat kesehatan negara ini? Ini penting, tujuan sistem kesehatan dibangun kan utk meningkatkan kesehatan. Nah kalo yg dibilang sehat kayak gitu gmn coba??
    "No definition, no discussion. Bad definition, bad result"

    ReplyDelete
  8. Sekali lagi, mari kita lihat masalah ini bukan SIAPA yang salah, Tetapi APA yang salah. Sudah saatnya kita meninggal "BLame Culture". Saya yakin masalah ini lebih kepada ketidakpatutan sitem kerja yang ada di masing- masing bagian.
    Seperti yang kita ketahui untuk setiap kedatangan pasien , dokter mencatat hal-hal yang berkaitan dengan pasien yaitu: keluhan, diagnosa, rencana perawatan termasuk obat- obatan yang diberikan . Catatan ini dibuat di kartu status pasien ( MEDICAL RECORD/ MR). Pada saat Perawat memberikan obat- obatan (pada kasus ini obat suntik ), perawat harus re checking ( memeriksa ulang kembali) apakah obat- obatan yang dibeli oleh pasien sesuai dengan catatan dokter di Medical Record. Sehingga apabila terjadi kesalah pemberian obat oleh apotik, maka "Kejadian yang Tidak Diharapkan (KTD) dapat dihindari.
    Di pihak lain sebaiknya RS menyediakan layanan Apotik atau Instalasi Farmasi 24 jam untuk memudahkan pasien dalam memperoleh obat- obatan, keamanan yang lebih baik , dan koordianasi yang lebih mudah dengan bagian terkait bila ada masalah. Atau apabila RS tidak dapat menyediakan fasilitas pelayanan obat 24 jam di lingkungan internal, sebaiknya RS mempunyai kebijakan tentang apotik rekanan yang akan menjadi rujukan RS sebagai apotik yang aman . Apotik rekanan ini tentunya harus dipilih memenuhi kriteria pelayanan apotik yang baik dari segi keamanan, ketepatan, cepat dan akses yang mudah dijangkau.

    Keselamatan pasien bukan hanya tanggung jawab dokter, melainkan tanggung jawab bersama: pasien, kelurga, Staf Medis Fungsional dan paramedis lainnya.

    Salam
    Morita

    ReplyDelete